Selasa, 05 Mei 2015

Kematian Zombigaret

Lomba Menulis Cerita Berhadiah Liburan ke Bali


i
        Aku tak menyangka hasilnya akan sebegini parah. Tak kukira, hanya dengan mengisap ‘barang’ yang tak asing bagi orang-orang itu, aku akan bertemu malaikat. Ya, aku bertemu malaikat pada setiap kali tarikannya. Sosoknya yang putih tak jelas itu, seakan ingin merenggut nyawaku.

ii
        Aku memang jarang keluar dari sepetak kamar ini. Keluar pun, paling hanya membeli keperluan perbekalan: makan, minum, dan ya, sebungkus rokok. Aku penulis. Aku menulis banyak hal, dan dengan mengisap rokok aku mengepulkan semua kenangan untuk dituntaskan.

iii
        “Pola hidupmu kacau-balau. Hidup adalah juga pilihan. Jika ingin terus meregang nyawa, maka lebih baik kau tancapkan saja pisau ke dada!” Malaikat itu menyapa. Aku sering bertemu malaikat. Sudah kukatakan, ia selalu menampakkan diri pada setiap tarikan dan hembusan asap yang kuguratkan.

iv
         Tapi malaikat sangat terlambat. Aku telah dulu berpenyakitan. Tenggorokanku hancur. Paru-paruku bolong. Mulutku terbakar. Aku hidup yang mati. Aku bukti nyata dari awal mula kehancuran manusia.

v
        Aku menulis karena telah dibungkam. Dibungkam penderitaan. Aku telah dikutuk oleh bahan pabrikan itu. Berbatang-batang rokok yang nantinya akan menjelma nisan di atas kuburanku. Kini, aku mencanduinya. Kini akulah penderitaan itu!

vi
        “Jadi, kau betah dengan ini semua?” Malaikat itu tersenyum kecut. Tangguh juga ia, setelah sekian lama kuabaikan.
        “Kau. Hanya kau yang membuatku tak betah.”
      “Aku di sini untuk menolongmu. Tak kuasa aku menatapmu! Tubuh tirusmu, suara serakmu, batuk-batuk itu, adakah kau merasa nyaman dengan itu?”
        Kesal. Aku pun beranjak dari ranjang, membukakan pintu agar ia keluar.

vii
        “Jadi, Zombi itu benar-benar ada?”
        “Ada! Ia tinggal di kontrakan nomor 11!”
        “Hah?! Pengisi rumah kecil yang tak terurus itu? Apa betul ia Zombi?!”
        “Lebih parah! Bukan sekadar Zombi! Yang ini Zombi Garet!”

viii
        Orang-orang mulai gelisah. Mereka mulai takut melihatku, berpapasan denganku, dan segala kegiatan yang mendekatkanku dengan mereka. Aku dimusuhi. Rumahku dilempari. Aku pernah mendapat surat berisi: “Dunia  hanya untuk orang bernyawa, akhirat untuk orang mati. Kau, yang tak jelas keadaannya lebih baik bikin dunia sendiri!”
        Aku tak berhak hidup, kata mereka. Padahal malaikat selalu menyerukan satu jalan yang lurus padaku.
ix
         Akhir-akhir ini malaikat sudah jarang menemuiku. Aku tak tahu alasannya, mungkin ia kecewa dan pasrah lalu memilih bergabung dengan orang-orang yang menentangku. Tapi tak apa. Aku telah terbiasa kehilangan. Apalagi ia cuma malaikat tak jelas yang kerap menggangguku.

x
        “Kabarnya Zombi Garet di kontrakan nomor 11 sudah mati ya, Bu?”
        Wah, beneran tuh? Bagus deh, saya kira makhluk seperti dia akan hidup abadi. Hahaha..”
        “Iya, Bu. Bahkan Polisi sudah menjadikan rumah itu sebagai TKP. Menyelidiki modus kejadiannya!”
        Halah, paling juga bunuh diri! Ngapain dipikirin!
xi
        Aku akan mati. Kurasakan asap mulai merunggas kehidupanku. Aku serupa langit yang dipenuhi polusi. Kurasakan, maut itu, mulai memilin dadaku. Tak jarang aku terbatuk dan mengeluarkan darah. Tak jarang dadaku sesak dan sulit bernafas. Aku takut. Aku takut jika nantinya malaikat akan kehilanganku, dan ia takkan lagi menemui seseorang yang pantas dinasihati sepertiku.       

xii
        Selasa, 6 Mei 2015Malaikatku, adakah kau temukan catatan ini? Aku merindukanmu. Ternyata, rindu sangat menyakitkan, ya. Semoga kau tak merasa kehilangan atas ini. Aku tak pernah mati. Aku hanya dilahirkan kembali ke dunia selanjutnya, meski dengan cara yang tak kau sukai. Maafkan aku, di ambang kematianku saat ini, aku baru menyadari kau mencintaiku. Aku juga baru sadar rasa sebuah kehilangan.  Apakah kehilangan termasuk rasa cinta? Semoga kita bertemu di lain waktu.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar