Kamis, 30 Juni 2016

Beberapa Puisi di Riau Pos, 1 Mei 2016

Sebelum Pagi Jatuh

Jauh sebelum pagi jatuh
di pos jaga yang dipenuhi kabut
seorang tua memandangi langit
kipas angin bergetar di depannya
kumbang merayap dan
memenuhi isi telinga

“Sudah beberapa malam ini, bulan tidak
muncul juga.
Mungkin pertanda buruk, atau bukan apa-apa,”

Jam berdetak. Di jantungnya yang pengap
berdetik gelisah amsal kaki-kaki meja yang rapuh dan
tak lagi mampu menahan beban seluruh

Ia hanya duduk, menunggu pukul 1, 2, 3 dan 4 dini hari
mungkin menunggu azan menggaung
dan merampungkan mimpi
mimpi yang berkeringat mengingat lewat masa lalu

Lalu gerimis tiba
jauh sebelum pagi jatuh
di pos jaga, seorang tua memandangi langit
dengan perasaan yang bergetar
di kipas angin

Pekanbaru, 2015


Menyeberang Jalan

sambil menerawang ke seberang, aku melihatmu menunggu, sementara di jalan mesin-mesin berlewatan, memacu terik siang payakumbuh. sesekali aku pikir ingin menyeberang, menggapai tubuhmu, lalu kita bersama menatap dunia yang licin.

di pasar ibuh memang kita bertemu, di rumah gadangku itu, lihatlah, betapa muram sejarah mencatat silsilah, dan aku masih membatin betapa asing ini kampung, betapa pedas cabai yang terserak di tadah plastik itu.

kecut lidahku, hanya asam kandis terasa, dan hanya manis mampu kuterima, gelamai, seturut beras rendang, masih terasa kelat, dan menganggapku semata pelancong.

aku hanya penyeberang, adinda, aku bahkan sebatas melintasi rumahmu, lalu beringsut menuju tebing curam ngalau indah.

Payakumbuh, 2016

Epigrafi

Tertulis sebuah epigrafi:
“Jangan menuhankan cinta,”

Seusai menulis prasasti
tuhan pergi
menyeka air mata

Pekanbaru, 2014


Di Palung Mimpi

pada ini liang kau bergelung, menyusur hingga ke
palung mimpi. adakah kau temui siapa pun,
doa-doa menyembul, mata air
mengalir?

sesuatu, entah apa menampakkan diri di antara
relung malam. malam hanyut di pusar
waktu, waktu kian berderap, dan
hingga kini tak jua mampu
menghapus masa lalu.

Pekanbaru, 2015