Kamis, 24 November 2011

Gerimis senja

Gerimis..

Bagiku atau mungkin bagi beberapa jenis orang diluar sana, gerimis itu merupakan seni dengan ritme yang penuh keindahan.. Turun dengan sisi kelembutan yang mempesona.. Kesejukan khas yang walau sementara selalu meninggalkan kesan yang berbeda.. Dan hadir dengan cara yang -setidaknya menurutku- selalu menunjukkan gurat keistimewaan..



Aku selalu menyukai cara hadirnya. Aku suka sentuhan lembutnya tiap kali ia hadir. Aku bahagia mendengar gemerisik rintiknya. Aku menyukai bau khas yang selalu ia tebarkan. Aku suka caranya menggulir butir-butir bening yang selalu aku rindukan. Dan aku benar-benar mengagumi Dia yang luar biasa mampu menciptakan seni seindah ini.



Di kehidupanku, gerimis memberikan sumbangsih yang cukup tinggi untuk setiap kenangan yang aku miliki. Ibaratkan sebuah buku diary, gerimis merupakan sarana dimana aku mampu menceritakan segala bentuk dan jenis kejadian yang terjadi di hidupku. Aneh? Ya, aku tau kalian tengah berfikir seperti itu. Namun memang seperti itulah. Memang, gerimis itu tak selalu ada setiap aku membutuhkannya. Namun justru inilah yang membuatku selalu menginginkan dan menunggu datangnya gerimis. Ya, mungkin seperti aku yang juga tengah menanti seseorang.



Baik! Ini salahku.. Mengapa juga aku mengatakan aku sedang menantikan seseorang?!



Well! Ini cerita tentang cinta pertamaku. Aku mengenalnya, menganguminya, menyukainya dan mencintainya sampai saat ini. Tapi bodohnya, aku tidak berani mengungkapkaaa... ah! Jangankan untuk mengungkapkan, menyapanya saja aku tidak memiliki sedikitpun keberanian. “Haaaai” atau mungkin menyapanya dengan “Hellooo”.. Tidak! Tidak cukup berani. Bodoh!



***** -Flashback-



Suara petikan gitar yang sedari tadi dimainkan oleh seseorang di depan sana cukup membuatku terpesona. Alunannya indah tetapi cukup menyenggol sisi hati. Hatiku tentunya. Dia Darren. Darren Diandra Wijaya. Ya, si pemain gitar yang sedari tadi ku perhatikan di balik tirai jendela kamarku. Gemerisik gerimis tidak menghalangi pendengaranku terhadap alunan gitar yang dipetiknya. Bunyi benda bersenar enam dan berwarna biru (yang ku tau warna kesukaan si pemiliknya) tersebut memang selalu menemani soreku. Sama halnya dengan senja bernuansa gerimis yang berselimut awan orange kemerahan seperti saat ini.



Tsseeeert. Pintu kamarku terbuka. Mama.



“Kamu lagi mandangin gerimis lagi ya ra?” tanya mama seraya masuk dan kemudian duduk disampingku.



“Iya maa.” jawabku singkat. Mataku tak tertuju lagi kearah Darren. Malu ketauan mama. “Mama ngapain ke kamar Rara ma?”



Mama tersenyum, “Ini sayang, keluarga Darren ngundang kita buat makan malam dirumahnya. Sekalian mereka mau ngadain syukuran kecil-kecilan karena Darren mau ke Aussie.”



Kata-kata Aussie itu lagi! Dadaku sesak mendengar kata Aussie dan Darren.



“Kamu udah taukan kalau Darren mau lanjutin sekolahnya ke Aussie?” jeda sejenak. “kamu temanin mama ya raa?” ajak mama. Seperti biasa, bernada otoriter dan terkesan memaksa.



“Eh.. a..aku mau ngerjain.. ngg.. ngerjain tugas ma.” elakku yang tak yakin mama akan begitu saja menerimanya.



“ besokkan hari minggu raaa.”



“ tapi maaa,” aku masih saja mencoba. “tug...” belum sempat kalimat penolakanku selesai, mama sudah memotong..



“ntar kamu pakai dress yang mama beliin kemaren ya sayang. Dandan cantik-cantik. Jam 07.00 mama tunggu di ruang tamu. Sampai nanti sayang.” mama keluar kamar.



Cekleeek. Pintu tertutup.



aku mendesah nafas panjang sambil mengalihkan pandangan ke arah jendela, “Selalu saja begini. Otoriter. Diktator. Keputusan sepihak. Sewenang-wenang!” umpatku. “lagian ngapain juga aku harus dandan cantik-cantik, toh itu gak ngebuat Darren naksir aku kan?!”



Perih! Lagi-lagi aku bercerita kepada gerimis. Aku mengalihkan pandanganku kearah rumah Darren. Sosok itu rupanya sudah menghilang.



*****



“ Ayo dong ra dimakan.. itu masakan tante sendiri lhoo “ Ujar Ny. Wijaya itu kepadaku yang hanya ku balas dengan senyum sekilas.



Disinilah aku sekarang. Di kediaman keluarga Wijaya mengikuti suruhan mama. Menggunakan long dress bernuansa pink dengan bando berwarna senada yang menghiasi geraian rambut panjangku. Duduk tepat berhadapan dengan satu-satunya putra Wijaya di keluarga ini. Darren.. cinta pertamaku. Ah! Sudahlah.. dadaku terasa sesak bila harus mendengar dua kata itu..



mama dan keluarga darren ngobrol dengan suasana hangat. Sementara aku dan Darren hanya fokus pada makanan yang berada di depan meja kami masing-masing. Ingin sekali aku menyapa sosok ini, namun...



“ ren, ajak rara ngomong di taman belakang gih. Sekedar ngobrol atau apalah gitu” ujar mama darren tersenyum. Ntah apa arti guratan senyum itu, aku tidak mengerti. Yang jelasss...



“ ra, ketaman yuk?” kata Darren meng-iyakan kata-kata mamanya tadi.



“hee? Eh, a.. a.. ayok.”



*****



Suasana diluar masih gerimis.. aku mulai merasakan kesejukan dan.. baik, sedikit nuansa romantis disini.. bersama cinta pertamaku. Dan aku suka hal ini. Hal yang kurasa, aaaah! Not even in my wildest dream before deh..



hening sepersekian detik..



dua menit..



empat menit sebelas detik..



“ Eh, kamu suka gerimis ya ra?” tanya Darren dengan suara khasnya. Yang tentu dengan suksesnya membuatku melongo saking kagetnya ditanya oleh Darren.



Tersadar dari kebodohan sikapku, aku pun mencoba tenang dan menjawab, “ Iya, tau darimana?” tanyaku yang seperempat detik selanjutnya langsung mengumpat didalam hati. “aah! Bego! Pastilah Dirren tau dari mamanya. Dan mamanya pastilah tau dari ratu yang ada dirumahku. Ah! Pertanyaan gak cerdas!”



Wajar.. Ketertarikan seseorang pada makluk lainnya dapat mengakibatkan kebodohan yang selalu disesali kurang lebih beberapa detik setelahnya. Hubungi dokter bila kebodohan berlanjut-lanjut (?)



Ditanya seperti itu Darren tersenyum. Senyum yang menurutku memiliki tegangan mencapai 1.000.000 volt. (Gambaran : senyuman Christian Bautista :p)



“ Aku tau soalnya aku selalu merhatiin kamu nerawang dibalik tirai kamar kamu tiap kali gerimis turun.” ujar Darren enteng.



Bola mataku membulat semaksimal mungkin! Mulutku juga mangap mendengarnya (ini dia yang dimaksud dengan kebodohan berlanjut-lanjut tadi)



Darren tergelak. “ bukan cuma itu aja.. selain tau kamu suka gerimis, aku juga tau kamu suka coklat. Kamu suka ice cream. Kamu suka mawar putih. Kamu suka warna pink. Bahkan aku juga tau kalau setiap sore kamu selalu duduk di balik tirai jendela kamarmu hanya untuk merhatiin aku main gitar kan?”

 Plaaaaaak! Tidak dapat terbendung lagi. Dari mana Darren tau semua kesukaanku? Aku shock terlebih pada saat aku mendengar kalimat terakhir Darren. “apa-apaan ini?” batinku!



“hmm.. sejak kapan kamu suka gerimis ra?”



aku yang tidak tau harus malu atau bagaimana, aku hanya menjawab pertanyaan cowok itu seadanya, “sejak aku merasa nyaman setiap kali ia hadir.”



“Oh ya? Wow!” hening sejenak. “kalau boleh tau, apa alasan kamu suka gerimis?”



“ oh itu. Aku suka gerimis ya karna memang aku ngerasa suka aja.” aku tertawa kecil saat melihat lelaki disebelahku ini mengangkat sebelah alisnya. “kedengaran gak logis ya? Memang! Ya tapi memang seperti itulah. Menurutku gerimis itu romantis. Walau rintik kecil yang menurut segelintir orang hanya penguapan air laut yang kurang sempurna, tapi bagiku tetap saja terdapat banyak keunikan di baliknya. Selalu ada kesan menarik yang ditinggalnya setiap kali ia turun. Gerimis itu sudah seperti teman curhatku, buku diary ku, pendengar setiaku bahkan inspirasiku untuk menulis.” jelasku panjang lebar. Baru kali ini aku merasa lepas mengeluarkan kata hatiku. Didepan Darren pula. Cinta pertaaa... baik, abaikan saja!



Hening sepersekian detik..



“Kalau kamu suka dengan gerimis, aku lebih suka sama temennya, Hujan. Hujan yang sangat lebat.”



“ka.. kamu suka hujan?” tanyaku antusias. aku tidak pernah mengetahui bahwa Darren menyukai Hujan. Hujan yang sangat lebat..



“ Ya, I do like rain so much. Sama kayak kamu, hujan juga memiliki arti tersendiri buat aku.. bagiku hujan yang sangat lebat itu memiliki tingkat seni yang tinggi. Memiliki bau khas bagi penikmatnya.” ujar Darren. “Aku juga suka bau tanah yang khas sesudah hujan..” “sama lagi kayak kamu, Hujan juga sumber Inspirasiku. Inspirasi yang dapat membuatku menciptakan beberapa lagu. Bahkan ada lagu yang tercipta untuk si pengintai di balik tirai jendela yang selalu memandangiku setiap sore.” darren tergelak dan mengerling nakal padaku.



Sumpaaaaah! Ntah seperti apa merahnya wajahku saat ini.. aku hanya menutupi wajah meronaku dengan telapak tangan seraya merelakan tubuh kecilku dijatuhi rintik rintik air hujan.



Sementara Rara tenggelam dalam rasa malunya, Darren merhatiin Rara dengan secercah senyuman yang menghiasi bibirnya..



*****



Back -



2 november.. Masih sama. Masih dibalik tirai jendela. Gerimis yang meliputi senja. Aku menyukai keadaan ini, rupanya Gerimis turut melengkapi kebahagiaanku tepat disaat bertambahnya usiaku. Tapi benar, dimana ada kebahagiaan, disana ada kesedihan. Setidaknya kalimat itu yang kurasakan saat ini. Ya, tepat! Darren alasannya. Sosok yang tiga tahun terakhir ini tidak ku temui lagi. sosok yang tiga tahun ini hanya ku kenali lebih dalam dari alat komunikasi. Sosok cinta pertamaku. Sosok yang dulunya hanya mampu menghiasi angan. Sosok yang...



“raaaaaa.. raraaaa.. turun dulu sayang” sebuah suara membuyarkan lamunanku.



“aduuuuh. Mama ngapain sih teriak-teriak?! Ganggu suasana aja deh!!” jengkelku.



“RARAAAAAAA!!!”



“IYA MA.. IYA..!”



Aku turun menyusuri anak-anak tangga dengan langkah malas. “berita gak penting apa lagi sih yang mau mama ceritain?!” batinku.



Tujuh anak tangga terakhir.



Lima anak tangga terakhir..



dan tiga anak tangga terakhir..

langkah ku terhenti. Ada oom dan tante wijaya bersama dengan mama di ruang tamu. Tapiiii, “siapa itu? Sepertinya wajahnya tidak asing” pikirku. aku masih saja berdiri di deretan anak tangga tersebut.. Mencoba menerka siapa pria seusiaku yang kini juga terlibat omongan hangat bersama keluarga wijaya dan mama.



“Eh, Rara.. kamu ngapain disitu? Sini dong sayang” ujar mama yang membuyarkan semua terkaanku tentang si pria tersebut..



Aku tersadar kemudian berjalan mendekati ruang tamu. Satu langkah. Deg!! jantungku berdebar. Dua langkah. Deg deg! Jantungku kembali berdetak kencang. “ada apa ini?” . semakin aku mendekati sosok pria itu, semakin keras jantungku bergetar.



“sini sayang, duduk di samping tante.” ujar Ny. Wijaya (Mama Darren) saat aku berdiri dihadapan mereka.



“i.. iya tante..” jawabku seraya duduk disampingnya.



Hening.. aku menatap pria tadi. Ia tersenyum. Senyuman itu, seperti senyuman yang ku kenali. Aku terus berfikir siapa pria ini. Sampai.... sumpah! Kali ini sepertinya jantungku berhenti berdetak.



“mind to go to balcon with me?” ujar pria tersebut. Ya, kepadaku. Kepada siapa lagi?



“hah?”



belum sempat aku menjawab pertanyaannya tadi, si pria itu sudah menggandeng tanganku terlebih dahulu. Aku yang belum tau siapa pria ini sebenarnya ini hanya bisa terpelongo mengikuti arah gandengan si pria tadi. Pasrah.



“ ka.. kamu siapa ya?” tanyaku to the point saat kami tiba di balcon dan duduk disalah satu kursi panjang yang memang berada disana.



Pria itu tersenyum. Senyum itu lagi. “jadi kamu udah lupa sama aku My drizzle girl ?”



My drizzle girl? Hanya satu orang yang memanggilku dengan sebutan seperti itu. Dia My rainy boy. Dan, tidak salah lagi. DARREN!!!!



“Daaa.. Darren?” jawabku tergagap. Aku tidak menyangka. Tiga tahun tak melihatnya, ternyata ia sudah banyak berubah. Mulai dari style sampai ke logatnya berbicara. Aaaah, dia darrenku..



Darren tertawa renyah.. “Jadi kamu baru sadar kalau aku Darren?”



“...”



“Ra.. raaa.. ternyata kamu ga banyak berubah. Kamu masih Rara yang aku kenal dulu..” Darren tersenyum “ternyata kamu masih Rara.. orang yang aku kenal sejak sekolah dasar. Masih rara si Drizzle girl-ku.. cinta pertamaku.”



SHOCK!

Aku hanya melongo mendengar kalimat-kalimat Darren. “cinta pertamanya?” “aku cinta pertama Darren?” batinku menjerit. “haha ini pasti cuma halusinasiku aja. Ini pasti mimpi. Ku tebak, dimimpi ini pasti Darren nembak aku. Pastiii Darr....”



“Raaa.. would you mind to be my girl?” ujar Darren. “DARREN!”



hening. “benar dugaanku.. ini memang benar-benar mimpi yang indah”



Darren menepuk-nepuk pelan pipiku.. “Raaa.. Raraaaaaaa” panggil darren setengah berteriak.



Aku tersentak dari lamunan ku. “kok aku masih belum bangun-bangun sih? Padahalkan Darren udah nepuk-nepuk pipiku. Apa aku beneran gak mimpi? Aaah, bego banget sih kamu Raa! Gak mungkin.” Gumamku. Tepatnya ujarku sih, karna omonganku tadi didengar oleh Darren.

Darren tertawa. “kamu nggak lagi mimpi Chiara Canesha Calandra.” hening. Terlihat wajah grogi Darren yang menurutk lucu. “Jadi gimana raa?”



“haa?”



“ehm” Darren mendehem (ngilangin Grogi :p) “A... aku sayang sama kamu ra. Udah lama banget. SD. Ya sejak kita duduk di bangku SD.”



Ntah seperti apa rasa yang ada dihatiku saat ini. Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..



“hmm, jadi gimana ra? Kamu.. hm, kamu mau nggak jadi pacar aku?” ulang Darren.



Wajahku terasa panas. Memerah. “heeem” aku berpikir. Aku sudah memutuskan apa yang akan kukatakan. “Hm, sorry ya ren. Aku nggak bisaaa.”



Darren yang semula menatapku, langsung mengalihkan pandangannya ke arah kolam renang. Ia tersenyum. Aku tau, senyum yang dipaksakan.



“hm, iya nggak papa kok raa. Aku tau kamu......” belum selesai kalimatnya, aku sudah memotongnya.



“aku belum selesai ngomong ren.” ujarku seraya menunduk.



“haa? Maa.. maksud kamu ra?” tersirat wajah yang menyimpan sedikit harapan.



Aku masih saja menunduk. Malu (tapi mau :p). “maksud aku.. heeeeem..” “...”



“apa ra?”



“aku nggak bisaa.. aku nggak bisa nolak cinta pertamaku.” jawabku. serius! Mukaku memanas lagi.



“haaa? Cinta pertama?” “Jaa.. jadi aku juga cinta pertama kamu ra?”



Aku hanya mengangguk mengiyakan kata-kata Darren.



Darren tersenyum lebar. Perlahan aku merasakan tangannya menggenggam tanganku. “Jadi mulai sekarang kita jadiankan My Drizzle Girl?” ujarnya sambil mengerlingkan mata.



Aku mendongak dan menatapnya. Huaaaaaa, jantungku serasa lepas dari tempat beradabannya. Aku tersenyum. Berusaha menandingi senyum manisnya. “Iya My Rainy Boy” :)



Seketika Darren mempererat genggamannya. Wajah bahagia tersirat dari wajahnya, begitu juga dengan wajahku. Namun tiba-tiba..



prook proook prooooook..



terdengar suara tepukan tangan. Aku dan darren segera mengikuti arah suara dari tepukan tangan tersebut. Terlihat mama, oom wijaya dan tante wijaya yang sedang tertawa sumbringah sambil mengerling nakal seraya menatap kearah kami berdua.



“aaaaaaaa.... ini pasti kerjaan mamaaaa! Huaaaaaaaaaaaaaa malu” teriak batinku. Malu berpadu bahagia.



Darren merangkulku. Terasa aroma wangi dari tubuhnya. Akhirnya saat yang kutunggu-tunggu terjadi hari ini. Jujur, aku masih merasa semua ini mimpi. Mimpi indah. Tapi, seandainyapun ini mimpi, aku hanya ingin terus terlelap tanpa berharap akan terjaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar