Sabtu, 29 November 2014
Sudah Berapa Cangkir Kopimu Hari Ini?
Ada apa #DiBalikSecangkirKopi? Kenangan yang meruap, kah? Perasan perasaan-perasaan gundah atau seseorang yang menyembulkan kopinya karena lupa memasukkan gula?
Barangkali kita memiliki definisi masing-masing. Tetapi tentunya, bagi saya secangkir kopi adalah filosofi.
Dee Lestari pernah menuliskan:
"Pengalaman paling pahit adalah minum kopi tanpa gula."
Sebagai penikmat kopi pahit sudah semestinya saja setuju. Sebab, seperti yang kita ketahui tersirat makna bahwa;
pahitnya masa lalu, bagaimana pun tidak akan pernah semurni kepahitan biji kopi.
Pernyataan Dee Lestari di atas juga bisa dikaitkan dengan kutipan salah satu puisi Joko Pinurbo dengan judul Surat Kopi, berbunyi :
"Mungkin karena itu empat cangkir kopi
sehari bisa menjauhkan kepala dari bunuh diri."
Lantas, sudah habis berapa cangkir, kah, kopimu hari ini?
Facebook: Reky Arfal
Twitter : @rekyarfal
Email : reqy.arfal@gmail.com
Jumat, 23 Mei 2014
selamat ulang tahun, Adis.
22 Mei, 2014
Pagi di Pekanbaru sedang dilanda sendu
Embun-embun yang berguguran, darahnya (yang bening)
bercucuran di jendela, dan
Mata seseorang yang masih terjaga
Matahari yang malu-malu, dan dedaun yang tersiram embun
mempertegas kamis,
Yang dipenuhi gerimis
Namun tak lama setelah itu (tepatnya setelah hari mulai
cerah dan gerimis mulai habis), pelangi
Bertandang melingkari langit, dan wajah seorang perempuan
Yang (dengan kesimpulanku sendiri) sedang riang.
~Selamat ulang tahun,
Adis. :)
Minggu, 18 Mei 2014
Kado Pemberian Ibu.
18
Mei, 2014—Hari minggu yang sendu, matahari diam-diam bersembunyi. Siang ini tak
seterik biasanya, dan saya baru terjaga sebab ronda malam tadi. Weekend yang tak seperti biasanya, kali
ini saya dikejutkan banyak hal. Seperti salah satu siaran televisi holiwood tentang bagaimana seorang pria
drakula bersaing dengan pria serigala demi mendapatkan cinta seorang wanita.
Diikuti kabar dari sepulangnya adik, bahwa kedua orang tua pergi ke klinik
karena sakit. Ya, wajar saja. Pekanbaru adalah kota ekstrim dengan cuaca yang kerapkali berubah-ubah.
Lalu
pekikan tetangga memecahkan sunyi, menggetarkan jendela dan mendesing ke
sepasang kuping saya. Mulut ke mulut, ia mendapat kabar dari layar handphone
genggamnya, memenangkan sebuah mobil avanza dari nomor yang bahkan belum
terdaftar di kontak handphonenya. Saya tertawa, mengganti channel televisi yang
dipenuhi semut dan menyesap kopi pertama hari ini. Tak lama setelah itu,
gesekan ban mobil dan aspal pembuat ngilu menggetarkan gigi saya seperti
jendela, dan saya harus beranjak dari posisi ternyaman yang telah lama saya
rindukan, membuka pagar dan mengarungi mobil.
“Bang,
mama lagi nggak enak badan. Kamu bisa buatkan mie instan atau semacamnya?”
saya
mengangguk dan tersenyum dengan kecut. Betapa ibu tua ini telah lelah merawat
keluarga hingga lupa merawat tubuhnya. Tak lama setelah itu, setelah kompor
dimatikan da nada hawa hangat di sebuah mangkuk dengan sedikit aroma pembikin
perut lapar, ibu menyesap wangi itu, dan memakannya dengan lahap.
“Bang,
sini. Papa ingin memberikan sesuatu.”
Ucap
seorang pria tua yang wajahnya tak lagi asing di tengah mengusai-ngusai isi
almari dan mengambil sebuah sweater rajutan. Katanya, ini punya andungmu.
Ayahnya ibu. Umurnya lebih ranum dari saya, tapi tetap terlihat gagah tan tak
sedikitpun using. Saya tersenyum sembari mengenakannya. Sweater rajutan ini
hangat. Sangat hangat. Saya seperti kembali ke masa lalu, berandai-andai ada di
depan pria (yang dipanggil ayah oleh ibu) itu, dan dia memeluk saya.
“itu
punya andungmu. Punya ayahnya ibu. Jangan kau rusak. Bahkan berniat untuk
melakukannya pun, jangan. Itu satu-satunya baju peninggalannya yang dulu sering
dipakai andungmu, dan yang sering ibu pakai jika pergi ke sekolah. Kau boleh
memakainya dengan syarat menjaganya. Anggap saja itu adalah dia, dan kalian
saling berpelukan.”
Senin, 14 April 2014
maka simpanlah.
:Resty Rahma Sari
maka simpanlah kesedihanmu itu rapat-rapat
atau jugabisa kaukubur di garis pantai, puncak gunung
dan di segala tempat yang takingin kaukunjungi
biarkan dinginombak dan panaslarva menghapusnya perlahan
seperti dia yang kaucintai, menghapusku pelan-pelan
bulan separuh masak, bintang-bintang
menjulurkan tangan ke berbagai sisi dunia
mungkin berharap akan ada yang menggapainyya
seperti menangkap dan menangkup
impiantercerai di sudut-sudut langit
menjelma awan--danhujan
akulah hutan yangtak pernah kaukunjungi. maka
cukuplah kesedihan itu menyambangi
setiapmusimku. menyubur-gugurkan
daun-daunku
tapi adakah sedikit cahaya yang kaubuang
lalu susut di gelegar sunyiku?
kulit rapuhku butuhhangat
hingga tubuhpenat
biarsaja gugur segala, mungkin akan jadi kering
yangabadi dan aku akan terkubur di suatu
pulau yang landai, di lembut desir pantai
dasar laut dan tebing langit
maka simpanlah kesedihanmu itu. sebab aku telah
menyimpan kesedihanku--daridulu.
maka simpanlah kesedihanmu itu rapat-rapat
atau jugabisa kaukubur di garis pantai, puncak gunung
dan di segala tempat yang takingin kaukunjungi
biarkan dinginombak dan panaslarva menghapusnya perlahan
seperti dia yang kaucintai, menghapusku pelan-pelan
bulan separuh masak, bintang-bintang
menjulurkan tangan ke berbagai sisi dunia
mungkin berharap akan ada yang menggapainyya
seperti menangkap dan menangkup
impiantercerai di sudut-sudut langit
menjelma awan--danhujan
akulah hutan yangtak pernah kaukunjungi. maka
cukuplah kesedihan itu menyambangi
setiapmusimku. menyubur-gugurkan
daun-daunku
tapi adakah sedikit cahaya yang kaubuang
lalu susut di gelegar sunyiku?
kulit rapuhku butuhhangat
hingga tubuhpenat
biarsaja gugur segala, mungkin akan jadi kering
yangabadi dan aku akan terkubur di suatu
pulau yang landai, di lembut desir pantai
dasar laut dan tebing langit
maka simpanlah kesedihanmu itu. sebab aku telah
menyimpan kesedihanku--daridulu.
Senin, 07 April 2014
hujan di penghujung maret.
:Hasan Junus
hujan panjang datang di bulan maret
mungkin sepanjang usiamu, atau barangkali
sepanjang ingatan
yang mengekalkan namamu. juga ada tangis dan
isak yang seret, berderet mengalun
mendendang kepergian
di penghujung maret
maka bingkailah kecintaan seperti
memuja tuhan. kubayangkan betapa hitam takdir dan bebatuan
akan mencair seperti kesedihanku. tapi mengapa tuhan begitu elok, mengangkatmu dari dosa-dosa yang
mencintaimu?
hutan pantai gunung langit menangis, sepertiku. menangis
seperti bulan maret
hujan datang di penghujung maret
seperti menangis
setiap tahun
hujan panjang datang di bulan maret
mungkin sepanjang usiamu, atau barangkali
sepanjang ingatan
yang mengekalkan namamu. juga ada tangis dan
isak yang seret, berderet mengalun
mendendang kepergian
di penghujung maret
maka bingkailah kecintaan seperti
memuja tuhan. kubayangkan betapa hitam takdir dan bebatuan
akan mencair seperti kesedihanku. tapi mengapa tuhan begitu elok, mengangkatmu dari dosa-dosa yang
mencintaimu?
hutan pantai gunung langit menangis, sepertiku. menangis
seperti bulan maret
hujan datang di penghujung maret
seperti menangis
setiap tahun
Kamis, 13 Februari 2014
bukan fiksi mini.
ada sebuah legenda yang menceritakan tentang bagaimana sepasang burung tanpa sayap dapat terbang. baiklah. ini bukan legenda. ini hanya karanganku saja.
**
mulanya mereka, sepasang burung gereja itu berjalan dari arah yang berbeda. ya, berjalan. sebab tidak memiliki sayap. dari atap ke atap, dengan berhati-hati mereka saling melompat. melompati atap, melompati ketakutan.
di atap pertama, langkah goyah. sementara kecemburuan kepada teman sepermainan sudah membungkam tabah. lalu melompatlah sepasang burung itu dari tempat masing-masing dengan menutup mata. namun tidak menutup harapan.
burung-burung itu tidak terlalu berjauhan. mereka hanya dipisahkan tiga atap yang jaraknya pun tidak terlalu berjauhan.
lalu dengan senyum sumringah di wajah dan tekad yang melebihi tabah, mereka bersamaan berlari. melompat lebih tinggi. menutup mata namun tidak hati.
lagi-lagi mereka tersenyum sambil membuka mata dan menatap semesta. dan mereka pun bertatapan.
"loh, sayap kamu mana?"
"aku terlahir tanpa sayap.""
keduanya sejenak terdiam. hingga terhenti ketika salah satu burung gereja itu bergumam.
"mari melompat bersamaan. namun kali ini tidak menutup mata. sebab jika aku atau pun kau yang duluan tiba, setidakya salah satu dari kita punya banyak cerita untuk dijadikan legenda."
mereka melompat bersamaan. namun kali ini tidak menutup mata. terpancar nanar harapan di sepasang mata masing-masing.
"aku akan terbang! kita akan terbang!"
tanpa sadar, sepasang burung itu terbang. terbang dari jasadnya.
Pekanbaru
14 Februari, 2014
**
mulanya mereka, sepasang burung gereja itu berjalan dari arah yang berbeda. ya, berjalan. sebab tidak memiliki sayap. dari atap ke atap, dengan berhati-hati mereka saling melompat. melompati atap, melompati ketakutan.
di atap pertama, langkah goyah. sementara kecemburuan kepada teman sepermainan sudah membungkam tabah. lalu melompatlah sepasang burung itu dari tempat masing-masing dengan menutup mata. namun tidak menutup harapan.
burung-burung itu tidak terlalu berjauhan. mereka hanya dipisahkan tiga atap yang jaraknya pun tidak terlalu berjauhan.
lalu dengan senyum sumringah di wajah dan tekad yang melebihi tabah, mereka bersamaan berlari. melompat lebih tinggi. menutup mata namun tidak hati.
lagi-lagi mereka tersenyum sambil membuka mata dan menatap semesta. dan mereka pun bertatapan.
"loh, sayap kamu mana?"
"aku terlahir tanpa sayap.""
keduanya sejenak terdiam. hingga terhenti ketika salah satu burung gereja itu bergumam.
"mari melompat bersamaan. namun kali ini tidak menutup mata. sebab jika aku atau pun kau yang duluan tiba, setidakya salah satu dari kita punya banyak cerita untuk dijadikan legenda."
mereka melompat bersamaan. namun kali ini tidak menutup mata. terpancar nanar harapan di sepasang mata masing-masing.
"aku akan terbang! kita akan terbang!"
tanpa sadar, sepasang burung itu terbang. terbang dari jasadnya.
Pekanbaru
14 Februari, 2014
Langganan:
Postingan (Atom)